Beberapa hari belakangan ini saya mengubah rutinitas harian saya,
dari yang biasanya pergi ke kantor untuk bekerja paruh waktu, seminggu 3 kali,
saya memohon ijin untuk mengerjakan pekerjaan dari rumah karena saya merasa kesulitan berkonsentrasi di kantor dan mengakibatkan saya tidak bisa menyelesaikan tugas saya walau saya duduk di sana.
Atasan saya pun menyetujuinya, saya sudah bersiap akan berhenti kalau tidak diijinkan karena saya merasa disaat ini saya butuh waktu sendirian untuk menguraikan kegelisahan dan perasaan tidak nyaman dihati saya. Saya tidak akan minta uang keluarga, sejak pertengahan kuliah saya sudah bekerja sendiri dan tidak minta uang lagi, saya tidak punya banyak tabungan, tapi saya nekat karena saya tidak bisa mengabaikan kegelisahan dan rasa sakit di hati saya yang menghantui saya.
Satu jadi pegangan saya, Saya percaya Tuhan. Dia akan cari cara untuk memberkati saya dan memberikan saya makan walaupun saya melepaskan pekerjaan saya.
Dan ternyata keadaan tidak seburuk yang saya perkirakan, atasan saya setuju untuk memberikan saya kebebasan waktu dan tempat untuk bekerja dan saya bisa menyimpan gaji bulanan saya disamping beberapa klien freelance pilihan saya yang selama ini sudah menyokong hidup saya. Oleh karena itu saya merasa sangat bersyukur karena kini saya memiliki keleluasaan untuk belajar lebih dalam, merefleksikan diri dan melakukan hal-hal yang saya sukai sambil tetap menopang hidup saya tanpa membebani orang lain.
Oleh karena itu beberapa hari belakangan ini saya mencoba untuk melakukan apa yang ingin saya lakukan tepat pada saat saya ingin melakukannya, dan saya ingin menelusuri rasa ingin tahu saya, menonton, membaca, meriset atau bertanya akan hal-hal yang saya ingin ketahui, dan saya akan bermeditasi tepat dimana saya merasakan perasaan gelisah dan tidak nyaman dimanapun dan kapanpun saya berada dan saya akan membiarkan diri saya menangis dimanapun saya ingin menangis, dan saya berjanji tidak akan menghakimi diri saya sendiri, walaupun mungkin orang2 disekitar saya berpikir saya aneh atau apa, sungguh saya tidak mau peduli, karena saya hanya ingin kebenaran dan saya ingin sembuh dari serangan kegelisahan dan rasa tidak nyaman yang membuat hidup saya kurang bahagia.
Saya sadar saya sudah mengalami banyak perubahan sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu saat saya ada di puncak depresi saya yang membuat saya ingin mati, saat saya menengok kebelakang saya hanya bisa merasa takjub betapa banyak perubahan yang sudah terjadi di dalam diri saya,
mulai dari cara saya memandang diri saya sendiri, keadaan finansial, hubungan keluarga, hubungan pertemanan, pekerjaan, sudah banyak sekali yang berubah dan untuk itu saya bersyukur,
Tapi masih ada isu besar dalam hidup saya yang saya rasa merupakan hal tersulit yang harus saya hadapi yang masih harus saya telusuri. Hal ini juga menurut pemahaman saya adalah penyebab dari kegelisahan dan ketidakbahagiaan saya yang terbesar, yaitu relasi saya dengan kaum pria.
gender separation illustration |
Saya tergerak sekali untuk menuliskan isu ini karena berdasarkan pengamatan saya, banyak juga orang disekeliling saya saat ini yang hidup sendirian di usia yang sudah matang, dan minim relasi dengan lawan jenisnya, saya tidak bisa tidak bercermin pada keadaan ini. Mungkin dengan menulis saya bisa menguraikan lebih dalam dan jelas isi kepala dan hati saya, dan mungkin itu juga bisa bermanfaat buat orang lain.
Saya pun sadar, saya single, artinya saya tidak punya laki-laki di hidup saya yang saya bisa hubungi secara dekat, dalam, intim dan memiliki hubungan relasi yang bisa saling membangun dan membahagiakan. Saya bertanya-tanya MENGAPA? apakah karena di dunia ini tidak ada orang yang cocok buat saya? apakah karena saya rasa tidak ada pria yang mau sama saya karena saya tidak memiliki rahim dan tidak bisa memiliki anak? apa karena saya kurang cantik? kurang pintar? kurang langsing? apa saya belum bertemu ' the right one?' tapi saya tahu jawabanya bukan itu,
karena bukan saya tidak pernah bertemu pria baik dalam hidup saya yang mau menerima saya apa adanya dan melangkah lebih lanjut, dan saya tahu banyak juga pria baik di luar sana yang tidak kepingin punya anak atau tidak keberatan kalau harus mengadopsi, tapi alasan yang sebenarnya adalah karena saya selalu lari dan menghindar dari hubungan tersebut.
Iya, kini saya sadar, saya selalu lari dari hubungan yang berpotensi untuk jadi baik dan membahagiakan. Saya menghindar, saya memutuskan untuk mendorong orang itu keluar dari hidup saya. Itu semua pilihan saya sendiri.
Aneh bukan? padahal disaat yang bersamaan saya selalu bermimpi ingin punya hubungan yang baik dengan pasangan hidup saya, membina keluarga, mengadopsi banyak anak dari berbagai propinsi di Indonesia yang tidak punya orang tua dan melakukan hal yang bermanfaat dan membangun masyarakat dunia, tapi disaat yang sama saya selalu menutup pintu hati saya didepan semua kemungkinan akan hubungan yang berpotensi untuk mewujudkan mimpi saya dan selalu mencari alasan untuk bisa sendirian saja. Lebih baik sendiri. Itu adalah motto hidup saya sampai saat ini.
Saya pun tanpa sadar membuat sebuah pola dimana saat ada seorang pria yang terlihat baik, penyayang, bertanggung jawab, mulai mendekati saya yang awalnya adalah teman atau kenalan dan kemudian mereka menunjukan ketertarikan pada diri saya, saya akan pelan-pelan menarik diri, dan mulai mengejar tipe pria yang masih kekanak-kanakan, bermasalah, cuek, yang saya tahu tidak akan mungkin mereka akan mau berkomitmen sama saya. Hebat kan.
Saat saya menyadari hal ini saya pun tertawa miris.
Sekali lagi saya tuliskan hasil pengamatan saya akan perilaku saya sendiri terhadap kaum laki-laki:
Interaksi dengan tipe pria yang baik, bertanggung jawab, sopan, (high quality relationship material):
menjaga jarak, lari, cari-cari alasan untuk pisah saat mulai serius.
Interaksi dengan tipe pria yang kelihatan berantakan, cuek, misterius, suka menghilang ( hot mess):
ingin memperhatikan, ingin diperhatikan, saat mereka hilang di cari-cari, terus kesel karena merasa diabaikan, terus marah dan kecewa padahal dari awal sudah tahu tipe orang kaya begini gak bisa diandalkan.
Well, setelah beberapa kali terjebak dalam pola seperti ini saya pun sadar, ini masalahnya bukan di pria nya, tapi di saya. (walaupun tentu mereka punya masalah juga tapi itu kan bukan porsi saya untuk menyelesaikannya)
Saya sendiri kok yang memilih untuk kabur dari pria yang bisa berpotensi memberikan saya hubungan yang sehat untuk mengejar pria bermasalah yang berpotensi mengabaikan saya karena isu mereka sendiri.
Sekali lagi saya tanya kenapa Flora?
kenapa reaksi kamu adalah lari?
kenapa kamu memilih orang yang berpotensi mengabaikan, menolak atau meninggalkan kamu?
setelah bertahun-tahun, belajar dan mengamati, akhirnya sepertinya saya berhasil menangkap ekor saya sendiri yang licin bukan main, yang pintar sekali membuat cerita dan berkelit agar tidak perlu mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya, sehingga saya sendiri kesulitan untuk membongkar lapisan pertahanan saya sendiri yang sepertinya telah saya bangun bertahun-tahun sejak saya masih kecil untuk membantu saya mengurangi rasa sakit dan trauma di masa kecil saya agar saya dapat bertahan hidup.
Jawaban atas mengapa itu adalah karena saya takut.
Jelas kan? lari adalah respon dari rasa takut. Flight or Fight infront of fear and I choose flight.
Saya memilih kabur karena saya tahu percuma kalau saya melawan.
Takut apa Flora?
takut terhadap bahaya dan rasa sakit yang saya pikir kalau saya rasakan akan mematikan.
Wow, akhirnya saya sadar, saya takut sama pria yang kelihatan baik dan normal.
Sekali lagi,
kenapa Flora takut sama pria yang kelihatan baik dan normal?
dan merasa nyaman sama pria yang berantakan?
Jawaban untuk ini mungkin akan sulit untuk diterima dan menakutkan, sama seperti saya yang ketakutan untuk menerima kebenaran ini, sebelum saya jelaskan jawabannya,
saya akan menceritakan bagaimana saya bisa menemukan jawaban atas pertanyaan ini:
Beberapa hari yang lalu saat sedang bekerja di laptop sambil mendengarkan video di Youtube, saya melihat thumbnail dari sebuah video yang dibuat oleh channel Korea Reomit yang berjudul 'Kisah Nyata, 10 Kasus Misterius, Ngeri, belum bisa dipecahkan polisi Korea' karena hati saya tertarik langsung saya dengerin video itu sambil melayout desain,
ternyata video tersebut menceritakan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap 10 wanita berusia 19-70 tahun di kota Hwaesong pada tahun 1986-1991 yang sampai saat ini belum ditemukan pembunuhnya. Pembunuh selalu mengikat tangan korban dengan rapi setelah melakukan pemerkosaan dan pembunuhan dan menutup kepala korban dengan pakaian dalam mereka sendiri, memasukan benda2 aneh ke vagina, menyayat-nyayat kulit, dll, saya merasa sangat tegang saat mendengarnya dan gambar tangan perempuan yang diikat tersebut terus terngiang di kepala saya.
Video itu juga menjelaskan karena kasus ini belum dipecahkan sampai sekarang, pembunuhnya belum ditangkap dan bisa saja masih berkeliaran diantara kita. Ada banyak film yang dibuat berdasarkan kisah tersebut dan beliau merekomendasikan beberapa judul. Saya merasa sangat tertarik namun ketakutan, dan setelah melihat trailer dan mem-browsing lebih lanjut saya memutuskan menonton film 'The Memories of Murder' dibuat tahun 2003, berdasarkan kisah nyata kasus pembunuhan di Hwaesong tersebut yang memenangkan beberapa award.
poster film Memory of Murder 2003 |
Sebelum menonton film itu saya sudah merasakan rasa takut yang menjadi jadi seperti terror dibadan saya, hampir saya batal menonton dan berpikir mungkin saya tonton kalau saya sudah pindah tinggal bersama adik saya saja, tapi saya mau menghadapi rasa takut saya, saya putuskan menonton di pagi hari, sambil melakukan penafasan diafragma, sekujur tubuh saya tegang sepanjang film dimainkan, dan beberapa kali saya harus menutup mata karena saya takut sekali akan apa yang akan mungkin terlihat dilayar laptop saya.
Setelah film itu selesai saya merasakan sakit di dada, solar plexus ( bawah dada, atas perut) dan di sekitar area organ seksual saya, dan saya terus bernafas selama mungkin sampai emosi dan energi tersebut perlahan menipis dan saya mulai bisa bergerak, setelah itu saya mulai menyadari banyak hal.
Rasa takut yang saya rasakan sepanjang menonton film tersebut, terasa sangat familiar, sepertinya terkait dengan masa kecil saya yang tidak bisa saya ingat dengan jelas,
namun satu adegan di film itu memberikan saya ide akan akar dari rasa takut saya,
Dalam adegan film tersebut, detektif menanyai seorang anak kecil yang melihat tersangka pelaku pembunuhan tersebut, 'seperti apa orangnya?' anak itu menjawab 'seperti orang normal, biasa saja'
saya pun menyadari, saya ketakutan, terhadap pria 'biasa', yang terlihat baik dan normal,
karena saya belajar dari pengalaman saya di masa lalu,
bahwa pria biasa yang normal ini, bisa melakukan hal-hal keji yang menakutkan, melebihi orang yang terlihat mencurigakan dan berantakan. Pria-pria yang terlihat baik dan normal ini selalu saya bayangkan memiliki sisi lain yang tersembunyi yang menakutkan, dan apabila saya mengenal mereka lebih dekat, mereka akan memperlihatkan sisi lain yang selama ini tak terlihat, dan saya bayangkan sisi lain tersebut sangat menakutkan, kejam, dan mereka tidak ragu menyakiti saya.
Entah mengapa bayangan tersebut ada dikepala saya, tapi pemikiran ini sudah lama berdiam di kepala dan hati saya, bahwa pria, walaupun mereka terlihat baik, pada saat kamu menikah dengan mereka, menjadi semakin dekat, mereka akan memperlakukan mu selayaknya kamu ini adalah barang milik mereka dan mereka tidak ragu untuk memukul, menyakiti secara verbal maupun fisik, memaksakan hubungan seksual, apabila kamu tidak melakukan apa yang menyenangkan mereka, kamu harus merawat mereka dengan baik, menyiapkan makanan, membersihkan rumah, tunduk dan taat dan memuji mereka, dan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau meski mereka berselingkuh atau menyakiti kau harus tetap setia kepada mereka.
Pemikiran ini, entah bagaimana merupakan kepercayaan yang saya miliki di dalam diri saya,
kemungkinan besar pikiran ini diwariskan kepada saya sejak saya ada di kandungan ibu saya,
bahwa pria adalah mahluk bermuka dua yang tidak bisa dipercaya, mereka baik pada awalnya, namun mereka perlahan akan berubah menjadi monster yang akan menyakiti saya.
Kepercayaan dan pemikiran ini pun dikukuhkan seiring saya bertambah dewasa, sejak kecil saya selalu takut akan ayah saya, ibu tiri saya kalau saya berbuat nakal, selalu bilang, nanti bilangin ke papa kalau pulang, bagi saya itu adalah ancaman karena saya merasa saya akan dimarahi dan disakiti oleh ayah saya nanti, ditambah lagi waktu saya kecil saya pernah mengalami beberapa kali pelecehan seksual, 3 yang saya ingat, waktu saya berusia sekitar 4 tahun, saya tidak ingat siapa, kemudian ketika saya agak dewasa, oleh pekerja yang ayah saya sewa, dan orang itu terlihat 'baik' dan normal dan suka tersenyum, lalu kemudian ketika saya berusia 14 tahun, oleh teman ayah saya sendiri, jadi saya selalu merasa bahwa pria, tidak bisa dipercaya, walaupun mereka 'terlihat baik dan normal', namun mereka bisa melakukan hal-hal yang mereka mau tanpa memperdulikan perasaan perempuan yang menjadi korban mereka.
Semakin saya dewasa, semakin saya melihat dan mendengar berbagai kisah tentang kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan kaum pria, dirumah saya sendiri selalu penuh teriakan-teriakan, saya diceritakan bahwa nenek saya dulu dipukul dan diselingkuhi, di berita banyak kasus perkosaan, dan ketika saya melihat ke kisah sejarah masa lalu baik di Indonesia maupun di luar negeri, mulai pekerja seks paksa Jugun Ianfu dimasa penjajahan Jepang, kebrutalan G-30 SPKI, The Rape of Nanking, penjualan pengantin kecil di India, kisah pembunuhan dan pemerkosaan berantai di seluruh dunia, dan kini pembunuhan di Hwaesong menyajikan kisah yang sungguh sangat menyeramkan dan menyakitkan buat saya sebagai perempuan.
Dan kini, salahkah saya jika saya ingin lari dari hubungan dari laki-laki?
salahkah saya kalau saya hanya ingin sendiri saja?
melihat dan mendengar begitu banyak kisah menyakitkan dan menyaksikan rumah tangga yang hancur sejak saya masih kecil.
Tidak heran saya sangat takut terhadap laki-laki, penasaran tapi takut, sungguh.
Bagaimana kalau dibalik kebaikan mereka, mereka sebenarnya psikopat sadis?
dan mereka akan menyakiti saya. Saya tahu dan yakin tidak semua laki-laki memiliki keinginan liar dan tingkat kebrutalan yang memampukan mereka untuk memaksakan kehendak mereka dan menyakiti perempuan, saya yakin ada pria baik yang penuh cinta kasih dan taat akan Tuhan, jujur dan setia, saya tahu satu sosok, sayangnya saya tidak pernah bertemu dengan orang tersebut, namanya Yesus, dan dia pun mati dibunuh dengan brutal oleh sekelompok orang yang ketakutan kehilangan kekuasaan dan uang karena mereka jualan agama.
Jadi demikianlah jawaban saya, saya takut akan pria yang terlihat baik-baik karena berdasarkan pengalaman saya bahkan pria baik bisa punya sisi lain yang menakutkan dan mereka memiliki kecenderungan akan kekerasan dan berpotensi memperlakukan saya semena-mena sebagai obyek seksual, dengan kata lain mereka simply tidak bisa dipercaya.
Itulah saya rasa akar dari rasa takut saya terhadap laki-laki yang menyebabkan saya cenderung kabur dari setiap hubungan yang berpotensi menjadi dekat. Karena saya takut percaya hubungan itu akan menjadi baik, sebaliknya saya sudah mengangankan bahwa hubungan tersebut semakin lama akan semakin buruk dan mengekang, berubah menjadi penuh kekerasan, kontrol dan pemaksaan dimana saya nantinya harus hidup sebagai 'budak'. Maka dari itu sampai saat ini saya memilih untuk sendiri, ini adalah zona aman dan nyaman saya.
Sementara alasan mengapa saya lebih tertarik akan pria yang terlihat terluka dan membutuhkan saya,mungkin karena saya merasa saya bisa bersolidaritas dengan mereka, mereka sendiri mengalami banyak kekerasan sewaktu mereka kecil, korban dari ibu atau bapak mereka sehingga saya merasa aman, bagi saya mereka juga terlihat lebih jujur dan apa adanya, tidak seperti pria 'baik' yang saya pikir bermuka dua.
Saya sadar bahwa kepercayaan saya yang saya miliki akan pria, banyak yang salah, tapi saya bisa memiliki pemikiran demikian bukan karena tanpa alasan. Saya sangat berharap kedepannya saya bisa melepaskan diri dari kenangan dari masa lalu bahwa figur pria adalah figur yang menakutkan yang akan menghancurkan hidup saya dan harus saya jauhi, dan saya bisa melihat dan berinteraksi dengan figur pria yang baik dan bisa dipercaya, memiliki kepercayaan dan melihat mereka sebagaimana mereka adanya, bukan melalui filter masa lalu saya yang menggambarkan mereka sebagai figur yang haus kekuaasaan dan kekerasan.
Saya pun sadar akan kontribusi perempuan dalam membesarkan anak-anak laki-laki mereka berpengaruh besar dalam perilaku anak laki-laki ini nantinya, dan cara mereka memperlakukan perempuan dan sulit memang untuk menjadi orang tua oleh karena itu saya menghimbau untuk teman-teman yang hendak memiliki anak atau sudah memiliki anak untuk memperhatikan kesehatan mental kalian masing-masing dan kesehatan hubungan anda dengan pasangan, karena apabila anda sendiri stress dan depresi, tanpa sadar anda bisa memproyeksikan amarah dan ekspektasi terhadap anak-anak anda yang nantinya akan bisa membahayakan kesehatan mental mereka. Hubungan anda dengan pasangan juga nanti akan menjadi dasar dimana anak-anak belajar mengenai hubungan antar manusia yang akan sangat berpengaruh.
Seperti saya misalnya, bentuk hubungan yang saya pelajari dari orang tua saya adalah hubungan yang berantakan, laki-laki superior, wanita inferior, laki-laki bebas melakukan apapun, wanita harus pasrah, laki2 memberantaki, wanita membereskan, laki-laki memerintah, wanita melayani, tunduk dan tidak bisa melakukan apa -apa dan sebagainya, hubungan model begini saya sama sekali tidak menginginkannya makanya sampai sekarang saya sendirian.
Setelah saya menonton Memories of Murder, terbesit juga di kepala saya, apa sebenarnya perasaan perempuan ini terhadap diri mereka sehingga mereka tampak tidak berkutik saat laki-laki ini memperkosa dan meyiksa mereka, saya membayangkan, mereka merasa bahwa mereka tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, mereka lemah dibandingkan kekuatan fisik pria ini, tangan mereka terikat dan terbelenggu, tapi saya bertanya-tanya, apakah memang kita sebagai perempuan, selemah itu?setidak berdaya itu?atau sesungguhnya kita sama kuat, namun dikondisikan oleh masyarakat bahwa kita terlalu lembut untuk jadi kuat dan terlalu lemah untuk melindungi diri kita sendiri? bagaimana jika sesungguhnya kita telah merantai kekuatan kira sendiri dengan kepercayaan kita yang salah? bagaimana kalau ternyata kita mampu, untuk berontak dan melepaskan diri dari belenggu yang mengikat kita?
Saya tahu selama berabad-abad, wanita telah diperlakukan sebagai penduduk nomor 2, mengalami berbagai diskriminasi dan penderitaan, bersamaan dengan anak-anak, juga binatang dan alam, namun saya tidak ingin hidup demikian dan tidak ingin melihat dunia yang demikian lagi.
Saya tidak ingin takut lagi, terhadap pria, terhadap ancaman kekerasan yang bisa mereka lakukan dan atas kuasa mereka atas hidup saya. Saya hanya ingin bisa melihat pria sebagai mahluk yang setara dengan saya, dengan mimpi dan harapan, dengan perasaan, cinta, kebijaksanaan dan kelemahlembutan bukan sebagai monster bermuka dua. Saya berharap saya bisa melepaskan rasa takut saya ini dan pelan-pelan belajar percaya akan kebaikan yang ada di hati mereka, bukan kekerasan di ego mereka,
Saya tidak tahu kapan saya bisa benar-benar menghilangkan rasa takut saya terhadap laki-laki tapi saya akan terus berusaha melepaskan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran saya yang memisahkan saya dari hubungan yang sehat dengan laki-laki
Saya tidak ingin terus menyiksa diri saya dengan kenangan di masa lalu dan belajar memaafkan rasa sakit yang ada di diri saya. Semoga teman-teman yang merasa terhubung dengan kisah ini juga bisa menemukan cara untuk mengganti trauma dan rasa takut dengan maaf dan harapan baru.
Perjalanan saya masih panjang, tapi saya akan coba terus berdoa, bermeditasi dan bernafas diafragma untuk melalui semua emosi ini sampai saya mendapatkan keberanian untuk berelasi dengan pria secara sehat. Saya percaya Tuhan akan menolong saya memperbaiki pemikiran yang salah akan ciptaannya yang berkelamin pria ini, dan memperbaharuinya dengan kebenaran.
Semoga kalian yang pernah mengalami pengalaman tidak mengenakan dengan pria bisa menemukan keberanian dan kekuatan untuk memaafkan dan kembali percaya. Dan untuk yang pria, saya hanya bisa membayankan isu apa yang anda miliki yang menghalangi anda dari memiliki hubungan yang sehat dengan perempuan, mungkin anda juga punya banyak pengalaman tidak menyenangkan dengan perempuan, saya juga berharap yang terbaik untuk kesehatan anda. Saya akan berdoa untuk kita semua
Sampai jumpa lagi,
take care,
love, Flora