10 Efek Jangka Panjang dari ‘Pengabaian’

5:14 AM


Ilustrasi anak yang diabaikan sumber:google

Beberapa hari yang lalu saya membereskan file2 di laptop saya dan menemukan sebuah file .pdf yang nampaknya sudah lama saya lupakan, berupa poin-poin singkat yang menjelaskan efek dari ‘Pengabaian’ / neglect yang ditulis oleh Jasmin Cori, http://www.jasmincori.com penulis buku psikologi ‘The Emotionally Absent Mother’ yang bukunya sudah lama saya beli dan menangkring begitu saja di kobo apps tanpa pernah saya baca..mungkin habis ini saya baca :P.

Akhirnya saya terjemahkan isi file .pdf tersebut yang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris berjudul ‘The Long-Term Effects of Neglect’,  semoga bisa bermanfaat, menambah informasi & inspirasi dan barangkali ada poin-poin yang bisa memberikan pencerahan atau bisa dikaitkan dan diambil hikmahnya untuk menghadapi masalah pribadi masing-masing, selamat membaca:


Abuse /Penyiksaan pada anak terjadi saat ada tindakan aktif yang berisi kekerasan terhadap anak, hal ini tidak dipungkiri lagi memiliki efek traumatis jangka panjang, namun ‘Neglect’/Pengabaian, terjadi dikala kita tidak mendapatkan kebutuhan penting kita sewaktu anak-anak, dan juga memiliki efek tidak baik yang berkepanjangan. Kebutuhan yang saya maksud bukan hanya sekedar kebutuhan fisik seperti makanan dan rumah tinggal, tetapi juga kebutuhan emosi penting dan kebutuhan penunjang pengembangan diri.

70% lebih pelaku abuse terhadap anak
adalah orang tua, sumber:google


Sebagai contoh, satu kebutuhan penunjang pengembangan diri yang penting untuk anak-anak berusia dini adalah kebutuhan untuk ‘mengeksplorasi dunia’, namun apabila anak tersebut merasa ‘insecure/tidak aman’-karena si anak tidak memiliki ikatan dengan orang yang bisa memberikan rasa aman- dan apabila si anak terus tidak mendapatkan dukungan, maka keinginan alami anak untuk bereksplorasi akan tertahan dan anak ini akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang rasa percaya diri dan memilih tinggal dalam lingkungan sosial yang sempit.

Anak-anak yang tidak mendapatkan kebutuhan dasar emosionalnya yang penting dalam tahap awal kehidupannya akan tumbuh ‘cacat’ dan mengalami efek yang serius. Sense of self – Rasa diri, inisiatif, percaya diri, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai diri penting lainnya mengalami kerusakan/tidak berkembang sempurna, juga mengakibatkan banyak penghalang bagi kemajuan individu.

Berikut ini adalah masalah-masalah yang umumnya muncul sebagai akibat dari ‘Pengabaian’:

1 .    Kehampaan di dalam diri, harga diri & kepercayaan diri
Rasa percaya diri tumbuh dari penghargaan yang diberikan oleh keluarga, ‘dilihat’, dikagumi, dihargai, dibimbing & didukung. Ketika orang tua kewalahan, sibuk tenggelam dengan permasalahan pribadinya, seringkali mereka tidak menyediakan ‘nutrisi’ penting ini bagi anak-anaknya.

2.    Perasaan tidak merasa cukup & ‘kelaparan’ secara emosional
Ketika cinta tidak disampaikan, hal ini meninggalkan ‘lubang’ didalam hati anak-anak, dan sebagai konsekuensinya, sampai mereka dewasa, mereka akan merasakan perasaan ‘lapar & haus’ kasih sayang. Kebanyakan orang yang diabaikan merasakan kebutuhan yang besar untuk dicintai yang tidak bisa terpuaskan, dan apabila ada yang kelihatannya tidak butuh cinta, sebenarnya menyembunyikan hasratnya tersebut, namun walaupun mereka memiliki rasa haus akan cinta yang besar, mereka juga mengalami masalah dalam ‘menerima cinta’ dan menjadi terbuka dan ketakutan menjadi rapuh dalam cinta

3.    Perasaan seperti tidak pernah mendapatkan cukup dukungan
Anak yang tidak mendapatkan cukup dukungan akan menjadi anak yang kurang percaya diri dan perasaan tidak mampu karena tidak ada orang yang memupuk kepercayaan diri dan menyokong pertumbuhan anak itu untuk percaya bahwa mereka ‘mampu’. Perasaan ini akan berkembang menjadi perasaan seolah tidak ada yang mendukung mereka,tidak ada pendorong, sebaliknya mereka merasa tidak aman yang akhirnya menyulitkan mereka untuk maju dan berkembang  mengejar cita-citanya

4.    Kesulitan ‘menerima’ / mengutarakan kebutuhan kita bagi anak-anak yang diabaikan ‘kebutuhan’ merupakan kata bermakna ‘aib’, karena ‘kebutuhan’ akan mengingatkan mereka pada kenangan-kenangan buruk saat kebutuhan mereka tidak dipenuhi saat kecil. Kebanyakan anak-anak yang diabaikan, dipermalukan/dipersalahkan orang tuanya saat mengutarakan kebutuhan mereka yang pada akhirnya setelah mereka dipermalukan, kebutuhan mereka tetap tidak dipenuhi. Kita tidak bisa mengutarakan kebutuhan kita kecuali kita merasa berhak untuk menerimanya atau merasa aka nada orang yang merespon kebutuhan kita, kesulitan ini akan berefek panjang dengan kesejahteraan dan dalam hubungan kita dengan orang lain saat dewasa

5.    Merasa tidak berdaya/tidak bersemangat hidup
 Tanpa rasa percaya diri yang kuat, tanpa dukungan dari dalam, dan tanpa pemenuhan kebutuhan yang sehat, sangat sulit bagi seorang individu untuk ‘Berdaya’ dan ‘Bersemangat Hidup’ Anak-anak yang diabaikan ini tidak memiliki orang tua yang menghargai pencapaian mereka di masa mereka bereksplorasi di waktu kecil, mereka tidak memiliki bimbingan maupun pujian untuk setiap kompetensi yang mereka capai, sehingga kebanyakan anak yang diabaikan tumbuh menjadi orang yang kesulitan memiliki hasrat dan cita-cita

6.    Merasa kesepian & tertolak/perasaan ‘not belong here’
Perasaan anak-anak yang diabaikan umumnya ‘tertolak’ dari keluarganya perasaan ini tertato didalam jiwa dan berefek panjang, orang dewasa yang diabaikan sebagai anak mungkin akan tertarik untuk bergabung dalam organisasi tertentu namun mengalami juga kebimbangan untuk menjadi bagian di dalamnya dan seringkali merasakan perasaan kesepian, tersisihkan yang menyakitkan. Banyak yang mengandai-andaikan apakah ada tempat bagi mereka di dunia ini

7.    Tidak tahu cara mengekspresikan/memproses emosi
Anak-anak yang diabaikan cenderung tidak mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan emosinya, mereka tidak memiliki orang yang dapat memberi ruang yang aman untuk mengkomunikasikan perasaan mereka, juga tidak memiliki orang yang membimbing dan mengajari mereka emosi apa yang sedang mereka rasakan dan bagaimana cara menanganinya, hal ini menimbulkan masalah saat mereka dewasa, cenderung mengabaikan, menumpuk emosi didalam jiwa sampai meledak

8.    Perasaan Kekurangan yang Mendalam
Perasaan kekurangan yang dialami sejak kecil akan membekas dan berakar dalam dan menjadi ‘lensa’ yang membentuk sudut pandang individu tersebut dalam memandang kehidupan. Anak-anak ini saat dewasanya akan selalu merasa kekurangan, tidak pernah ada cukup uang, tidak pernah ada cukup cinta, tidak pernah merasa cukup bahagia

9.    Depresi
Depresi disebabkan oleh kehilangan, kekurangan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, tidak cukup kasih saying, emosi yang ditumpuk dan tidak diproses, ketidakmampuan memproses rasa sakit, kekecewaan, kesedihan, dan kekurangan dukungan, oleh karena itu depresi merupakan efek yang paling umum terjadi bagi anak-anak korban pengabaian

10. Tindakan Impulsif  yang Candu/Adiktif
Kecanduan adalah respon umum terhadap rasa sakit saat kebutuhan masa anak-anaknya yang tidak terpenuhi. Kecanduan juga merupakan pelarian dari ketidakmampuan memproses emosi dan menangani rasa sakit, kecewa dan kesedihan. Candu menawarkan cara instan yang salah untuk mengisi rasa kekurangan didalam jiwa, kecanduan makanan merupakan kecanduan yang paling umum terjadi bagi anak-anak yang kekurangan pemenuhan kebutuhan emosi


Efek dari pengabaian di masa anak-anak tumbuh kembang meresap dalam dan berjangka panjang, jadi apabila selama ini anda tidak merasa melakukan penyiksaan aktif terhadap anak, renungkan kembali apakah anda telah mengabaikan anak anda, yang efeknya tidak kalah buruk.

Sekian terjemahannya dari tulisan Jasmin Cori

Lantas bagaimana kalau kita sudah paham bahwa kita merupakan korban dari abuse/pengabaian? Jawabannya sederhana walau tidak mudah, berubah! Berusaha menyembuhkan diri! Fokuskan energi untuk memperbaharui diri, untuk memenuhi kebutuhan kita yang selama ini tidak pernah terpenuhi, sendiri!

Menyalahkan orang tua bukan solusi, menyalahkan Tuhan apalagi,karena toh yang melakukan tindakan pengabaian itu adalah orang tua bukan Tuhan, jadi yang bisa kita lakukan adalah mengubah diri kita. 
Apakah kita bisa, apakah kita mampu? Ya, Kita Bisa! Kita Mampu! Kalau kita Mau. Maka penting sekali kemauan untuk berubah dalam memotivasi kita menjalani proses pemyembuhan yang seringkali sulit. Bagaimana kalau kita tidak ada kemauan? Berdoalah minta kemauan, lagipula mau kemana lagi kita kalau kita tidak mau berubah?mau hidup lebih menderita lagi?

(Semua dapat disembuhkan dengan keinginan yang kuat, komitmen & kesabaran dengan usaha bantuan Tuhan, terapis, ilmu pengetahuan, baik dengan dukungan/tanpa dukungan orang sekitar )

Memang jadi orang tua itu adalah tanggung jawab yang besar dan merupakan hal yang tidak mudah..masukan dari saya:

1.    Persiapkan diri sebaik-baiknya sebelum mengambil keputusan untuk hamil atau menghamili, karena apabila kita tidak memiliki kesiapan mental saat ingin menjadi orang tua, anak-anak akan menjadi korban abuse maupun pengabaian, yang efeknya berbuntut panjang pada kepribadian, kesehatan mental individu yang nantinya berefek pada masyarakat, negara & dunia ini

2.    Ambil waktu untuk mengevaluasi ‘kepercayaan-kepercayaan lama’, ‘nasihat turun-temurun’, ‘tradisi’ & ‘tuntutan orang tua’ atau apapun yang diwariskan generasi sebelumnya menurut pengamatan & pengalaman saya, kebanyakan manusia yang hidup di abad ini kebanyakan merupakan abuse/pengabaian dari orang tua dan keluarga, dan orang tua kita sendiri merupakan korban dari orang tua generasi sebelumnya, yang  bisa kita bayangkan kehidupanya jauh lebih buruk dari sekarang, karena melihat dari sejarah Indonesia, kita dulu pernah dijajah, kebayang dong orang tua jaman itu hidupnya jauh lebih keras dari sekarang, perasaan khawatir dan ketakutannya ada banyak sekali sehingga mereka mendidik anak mereka berdasarkan ketakutan-ketakutan & kekhawatiran2 nya di masa itu, yang sebenarnya dijaman sekarang sudah tidak relevan lagi, oleh karena itu ada baiknya mengevaluasi kembali kepercayaan & tradisi terutama dalam ‘mendidik anak’, perubahan & penyesuaian terjadi disetiap detik, hal lama yang salah akan diperbaiki, hal yang benar akan terus diwariskan, oleh karena itu ada baiknya untuk bersikap terbuka, bersedia untuk dikoreksi dan berubah untuk menjadi lebih baik


3.    Ambil waktu untuk merefleksikan diri & membenahi hati,pikiran & perasaan seperti yang  sudah saya sebut diatas kebanyakan manusia yang hidup dijaman sekarang ini merupakan korban abuse/pengabaian yang akhirnya secara sadar/tidak sadar menderita depresi & masalah jati diri. Masalahnya  ada yang ringan ada yang berat, yang akhirnya berefek pada perilaku, korban abuse berat ada yang tumbuh menjadi ‘abuser’ yang lebih parah, menjadi pelaku kekerasan & tindakan anarkis, penipuan, korupsi, menjadi super egois dan tidak bisa bertenggang rasa, sementara banyak juga yang depresinya ‘terselubung’ karena perilakunya terlihat normal, namun sesungguhnya mengalami perasaan tidak puas yang mendalam didalam jiwa, merasa ingin mati, merasa lelah dan emosi-emosi lainnya yang menghalangi manusia itu untuk memiliki kehidupan yang dinamis dan terus berkembang, oleh karena itu ada baiknya sebelum merintis keluarga dan menelurkan generasi baru kita melakukan pembenahan diri, penyembuhan & pembaharuan supaya hal-hal buruk, tekanan, rasa takut, khawatir, amarah, rasa malu yang tertanam di dalam jiwa kita tidak lagi kita wariskan ke anak-anak kita nanti, sebaliknya kita mewariskan hal-hal yang lebih positif seperti rasa cinta, tenggang rasa, rasa percaya, iman dan hal-hal yang bermanfaat dalam membangun manusia dan dunia

4.    Ambil waktu untuk menanggapi masalah yang ada didalam jiwa dengan serius karena kebanyakan orang mengabaikan dan tidak benar-benar berusaha menyembuhkan dan membebaskan dirinya dari masalah-masalah emosi maka masalah tersebut menjadi berakar dalam dan terselubung, masalah tersebut secara tidak sadar akan mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan, oleh karena itu ada baiknya menyempatkan waktu untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mental, kecerdasan emosi, menambah informasi dari buku-buku maupun internet dan menemui terapis atau psikolog

5.    Berdoa & Beriman kepada Tuhan/Alam Semesta/Kekuatan lain yang Lebih Besar dari Kita baik Atheis, orang beragama yang aktif dalam tradisi ibadah, orang beragama yang mengimani agama tetapi tidak aktif dalam tradisi beribadah, orang yang percaya Tuhan tapi tidak percaya agama, orang yang beragama tapi ragu apakah tata cara agamanya itu benar, orang yang menganggap agamanya adalah yang satu-satunya paling benar, yang percaya pada Roh Leluhur, Nenek Moyang, Roh Semesta atau apapun kepercayaan anda, saya rasa kita semua bisa setuju bahwa kehidupan kita dibumi ini disokong dan dibimbing oleh kekuatan yang Lebih Besar, yang kita tidak bisa pahami dengan otak kita tapi bisa kita rasakan manfaat dan penyertaanNya, dan sesungguhnya Doa itu sederhana dan efektif apabila dilakukan dengan tulus di momen yang pribadi. Berdoa memohon petunjuk, bimbingan & kekuatan disetiap masa akan membantu kita melewati setiap permasalahan dakam hidup kita, termasuk permasalahan emosi ini.

6.    Bersabar terdahap diri Sendiri, masalah yang sudah kita tumpuk dan berakar selama puluhan tahun, bahkan lintas generasi tidak mungkin bisa hilang dalam sekejap dengan satu doa, satu tumpang tangan, satu bulan terapi, satu kejapan mata dengan magis, membutuhkan usaha & kerelaan yang konsisten untuk bisa berubah,prosesnya bisa panjang dan pendek tergantung seberapa pelik trauma yang dialami dan seberapa besar kemauan untuk berubah. Butuh waktu untuk bisa menyerahkan kepercayaan-kepercayaan lama tentang diri kita yang salah dan untuk diperbaharui, bersabar dalam proses, menghargai proses dan bersyukur untuk setiap perubahan kecil yang kita lakukan secara alami akan membuat perjalanan kita menjadi lebih indah dibanding  apabila kita memaksakan perubahan untuk dapat dicapai dalam waktu singkat. Akan menjadi sangat melelahkan dan membebani.

Salam Damai!


You Might Also Like

5 comments

Popular Posts